Konon orang yang sukses berkarir
di dunia entertainment cuma ada dua tipe. Tipe pertama, mereka yang cuaaakeeep
banget. Tipe kedua, kebalikannya.
Belakangan ini pemberitaan tentang kesadisan manusia sedang
mengemuka. Senin kemarin (11/03/13), headline Kompas menyajikan rangkaian aksi
brutal yang terjadi di Jakarta beberapa bulan terakhir. Berikut beberapa kejadiannya:
1. Bulan Januari, SU (55) menyetubuhi RI (11) hingga
meninggal akibat komplikasi penyakit kelamin. Pelaku memaksa melakukan seks
anal kepada korban. Korban sendiri merupakan anak kandung pelaku. Motifnya
adalah melampiaskan hasrat seksual kepada korban saat istri sakit.
2. Bulan Februari, DP (42) diduga mencabuli PDF (19) selama
5 tahun hingga akhirnya hamil. Lagi-lagi korban adalah anak kandung pelaku.
Motifnya adalah melampiaskan nafsu setiap melihat korban memakai celana pendek.
3. 04 Maret 2013, Silvester Bria (48) membunuh dan
memutilasi Rosalina Bete (45) dan Emelia Putri alias Esrah (2,5). Kondisi
Rosalina sedang hamil tiga bulan. Korban merupakan istri dan anak pelaku.
Motifnya adalah tersinggung dan sangat malu terhadap keluarga istri karena ia
dicibir saat menyerahkan tais (kain penutup jenazah) yang dianggap kurang
pantas oleh keluarga besar (Kalo yang ini kayaknya bukan di Jakarta).
4. 05 Maret 2013, BS (36) memutilasi istrinya, Darna (32),
dan membuang potongan tubuhnya di jalan tol arah Cikampek. Sebelumnya, pelaku
menganiaya dan memukul alat vital korban. Motifnya adalah, pelaku cemburu dan
menuduh korban berselingkuh.
5. 06 Maret 2013, I (28) membunuh setelah menyetubuhi Salma
alias Samah (35). Pelaku membungkus korban dengan karung dan membuangnya di
tepi Kanal Banjir Timur, Cilincing, Jakarta Utara. Motifnya adalah ekonomi. Pelaku
kalap dan ingin menguasai harta korban. Korban merupakan kekasih gelap pelaku.
6. Terus kalau tidak salah ada juga kejadian penemuan mayat
yang telah hangus dibakar di Jakarta, tapi tidak ditampilkan dalam headline
Kompas.
Hmm…gimana, masih mau tinggal di Jakarta? Hehe
|
Sumber: drgerrylewis.com |
Lalu apa hubungan kejadian-kejadian itu dengan kalimat
pembuka? Sabar bro, ini baru mau dijelasin.
Begini, saya mengamati bahwa masyarakat sebenarnya sudah semakin
familiar dengan kesadisan. Sadar atau tidak, kita juga sebenarnya menjadi
penikmat kesadisan yang serupa setiap hari melalui layar televisi. Bedanya,
kesadisan yang kita nikmati bukan kesadisan fisik, melainkan kesadisan verbal.
Coba anda perhatikan tontonan anda. Kalau di dalamnya ada
tontonan ber-genre komedi, hampir bisa dipastikan bahwa anda juga tergolong
penikmat kesadisan. Bagaimana tidak, tontonan komedi yang banyak disiarkan di
televisi saat ini umumnya mengeksploitasi kekurangan fisik seseorang. Mereka
yang secara fisik “kurang beruntung” (versi manusia) di-bully habis-habisan. Direndahkan.
Dipermalukan. Perilaku itu sudah memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai bentuk
kesadisan.
Lha kok bisa?
Begini, perlu dipahami dulu bahwa kesadisan fisik
(pembunuhan, mutilasi, dsb) merupakan suatu bentuk agresi. Agresi sendiri,
menurut Bush dan Denny (1992), memiliki empat aspek, yaitu agresi fisik, agresi
verbal, kemarahan, dan permusuhan. Agresi fisik contohnya adalah berita-berita
yang tadi sudah disampaikan di atas. Sedangkan agresi verbal (verbal
agression) adalah agresivitas dengan kata-kata. Bentuknya bisa umpatan,
sindiran, fitnah, dan sarkasme.
Nah, coba sekarang kita bandingkan dengan tontonan komedi di
televisi. Apakah di sana ada umpatan? Itu mah menu wajib. Sindiran? Sebelas-dua
belas dengan umpatan. Fitnah? Pasti ada. Sarkasme? Wah, menu favorit tuh.
So, bukankah kita juga merupakan bagian dari penikmat
kesadisan? Dan bukankah orang yang menikmati perbuatan sadis tak ubahnya orang
yang melakukan kesadisan itu sendiri? Iya, sama aja. Lah, dengan menonton
tayangan tersebut, kita kan sama saja sudah menjadi donatur agar tayangan itu
tetap lestari gemah ripah loh jinawi *ngarang*. Artinya, kita membiarkan
pelaku sadis terjebak dalam dosa (melakukan kesadisan) dan merelakan saudara
kita di-sadisi.
KITA MELESTARIKAN DAN MENJAMURKAN KESADISAN!
Ya gak sadis lah, kan yang di-bully itu emang atas kesadaran
sendiri. Dan dia seneng-seneng aja tuh di-bully. Kenapa jadi lw yang sewot?
Bro, mana ada sih orang yang bersedia jadi relawan untuk
di-bully? Binatang aja punya harga diri, apalagi manusia. Saya yakin setiap
orang by default (dari sononya) punya harga diri dan tidak ingin
direndahkan.
Tontonan kesadisan verbal seperti ini, jika dibiarkan akan
merusak tatanan masyarakat. Orang akan semakin mudah menemukan agresi verbal
berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme. Tidak perlu heran kalau
kedepannya, kita akan lebih banyak menemui berita-berita tentang pembunuhan,
mutilasi, dan aksi brutal lainnya.
Lho, dari mana hubungannya?
Dahulu pernah saya sampaikan bahwa apa yang orang ucapkan
merupakan cerminan hatinya. Hati yang bersih tidak akan mengucapkan kata-kata
kotor. Begitu juga sebaliknya, ucapan-ucapan kotor seseorang merupakan pertanda
keruhnya hati. Dan ingatkah kamu bagaimana Rasulullah saw berwasiat tentang
hati?
Ketahuilah, bahwa dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal
daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka
rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati (HR.
Bukhari dan Muslim).
Sudah jelas bukan? Jadi, kalau kita melihat ada seseorang
yang sadis dalam berucap, maka dapat dipastikan kalau dia pun sadis dalam
berperilaku. Karena itu, daripada kita tertular, mending kita matiin aja tv
kita. Bismillah.