January 25, 2013

Hati-hati dengan MLM Modus Baru



Wahai diri, ingatlah postulat ini: kalau Allah mau memberikan sesuatu kepada hamba-Nya (entah itu rejeki, keselamatan, atau hal lainnya), tidak harus melalui jalan yang populis. Tidak harus melalui jalan yang engkau inginkan dan pikirkan karena apa yang ada dalam pikiran dan anganmu biasanya lebih banyak mengandung muatan nafsu. Hal itu belum tentu baik bagi dirimu.

***

Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah pengumuman tentang tawaran kerja part time yang sangat menggiurkan. Pekerjaannya sangat mudah, yaitu hanya mengelemi teh rosella. Tiap 100 teh yang dilem, kita mendapat insentif 70 ribu. Artinya, jika kita mengelem sebanyak 1000 teh, maka kita mendapat insentif 700 ribu. Wew…jumlah yang lebih dari sekedar lumayan untuk ukuran Jogja.

Menurut saya, jumlah insentif itu sangat besar untuk sekedar kerja part time. Apalagi di situ tertulis tidak ada tenggat waktu (deadline) untuk mengerjakannya. Kita boleh kapan saja mengelem selama kita punya waktu luang. Kalau tidak punya waktu luang, ya tidak dikerjakan juga tidak apa-apa.

Ah, benar-benar menggoda. Lumayan buat tambahan ngerjain skripsi. Pikir saya waktu itu.

Entah apa yang mencegah saya saat itu sehingga saya lambat menghubungi kontak personnya. Saya baru mencatat dan menghubungi kontak person itu setelah satu minggu lebih pengumuman itu tertempel. Padahal, setiap hari saya lewat situ.

Singkat cerita, saya akhirnya mengirimkan pesan ke kontak person itu dan menyatakan ketertarikan saya untuk bekerja. Akan tetapi, sms saya tidak dibalas-balas oleh beliau. Sudah tiga hari lebih saya tunggu, belum ada respon sama sekali. Saya berniat untuk menghubunginya secara langsung by phone, tapi lagi-lagi niat itu tertahan sampai akhirnya Allah-lah yang “menjawab” pesan saya.

Selasa malam (22 Januari 2013) lalu, saya berkumpul di masjid At Taqwa bersama teman-teman pengajar TPA (cowok semua) untuk membahas kurikulum. Di tengah diskusi, seorang pengajar bercerita bahwa dirinya baru saja “tertipu” MLM modus baru. MLM yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan adalah teh rosella yang sedang saya minati itu.

Beliau bercerita bahwa tawaran yang dijelaskan di pengumuman itu ternyata cukup menjebak. Untuk bekerja part time, kita harus memenuhi syarat dan ketentuan yang cukup banyak. Well, typically MLM. Pertama, ketika datang ke kantornya, dia diminta membayar registrasi sebesar 5 ribu rupiah. Kemudian, untuk bisa bekerja mengelem teh, dia harus menjadi member dulu, biayanya Rp 250 ribu. Dengan membayar uang sejumlah itu, selain menjadi member, dia juga mendapat parfum. Setelah itu, barulah dia dapat jatah kerja mengelem. Jatahnya pun ternyata sangat sedikit. Dia hanya diperbolehkan mengelem 100 teh saja (dia bilang, dia hanya butuh 1 jam untuk mengelem 100 teh itu). Jika mau mengelem 100 teh lagi, maka dia harus membawa teman yang mau menjadi member juga.

Tiap satu teman yang dia bawa, selain mendapat jatah mengelem 100 teh, dia juga akan mendapat komisi 50 ribu. Akan tetapi, jatah mengelem otomatis akan habis ketika dia sudah mengelem sebanyak 500 teh.

Hmm…meskipun tidak mengklaim diri sebagai bisnis MLM (dan nyatanya memang tidak murni MLM sih), tapi bisnis itu 11-12 dengan bisnis MLM. Lha kita ora entuk pemasukan je, nik ora merekrut wong liyo. MLM banget toh?

Well, at last saya sangat bersyukur karena saya lambat mencatat dan menghubungi kontak person itu. Saya bersyukur karena sms saya tidak dibalas oleh orang di kontak person itu dan tidak jadi menelepon dia. Saya bersyukur Allah melindungi saya dari “penipuan”. Alhamdulillah….



#pojok kamar, wisma Pakdhe

Dosen Plus-plus

Ketika umi sakit, saya sering berdiskusi (boleh juga dibilang curhat) kepada salah seorang dosen psikologi, namanya Ibu Indati. Saya menjadikan beliau sebagai teman diskusi karena beliau juga dulunya pernah mengalami penyakit yang sama dengan umi saya, yaitu kanker payudara. Harapannya, dengan berdiskusi bersama beliau, saya bisa mendapat nasihat untuk kebaikan umi, saya, dan keluarga.
Ilustrasi kuliah

Beliau bercerita bahwa untuk sembuh dari penyakit itu, ia harus menghadapi 12 kali sesi kemoterapi dan 20 an kali penyinaran. Subhanallah, tidak terbayang rasa sakitnya seperti apa... Umi saya yang “cuma” menjalani enam kali sesi kemoterapi saja sudah terlihat sangat kepayahan. Saya benar-benar tidak tega melihat kondisinya saat itu. Bagaimana jika 12 kali?

Saya sering meminta nasihat kepada Ibu Indati tentang bagaimana seharusnya sikap saya dan keluarga dalam mendampingi umi saya. Beliau sering menasihati saya agar saya dan keluarga selalu menemani umi dan mengajak beliau berbicara. Intinya, jangan sampai umi merasa kesepian sehingga memperburuk kondisi psikologisnya.

Sesi konsultasi itu saya lakukan via telepon dan tatap muka langsung. Ibu Indati selalu bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan saya. Bahkan dulu beliau pernah mengutarakan keinginan untuk berkunjung ke rumah saya supaya bisa memberikan motivasi secara langsung kepada umi, tapi karena kendala ruang dan waktu, niat baik itu belum sempat terwujud. Saat baru pulang dari umroh, beliau juga sempat menawarkan air zam-zam untuk umi, tapi sekali lagi karena kendala ruang dan waktu, niat baik itu belum kesampaian.

***

Hari Selasa yang lalu (22 Januari 2013) secara tidak sengaja saya bertemu dengan beliau di kampus. Betapa terkejutnya saya melihat kondisi beliau saat itu. Terkejut sekaligus sedih. Betapa tidak, saya melihat sebuah benda (mungkin logam) menutup rapat mata kiri beliau. Saya sendiri tidak tahu, apakah mata kiri beliau itu masih berfungsi atau tidak.

Memang, beberapa bulan yang lalu, saya mendapat kabar bahwa beliau baru saja operasi mata. Entah karena sakit apa. Tapi saya tidak membayangkan kalau matanya sampai seperti itu. Semoga itu hanya bagian dari pengobatan saja sehingga matanya bisa berfungsi dengan normal lagi nanti. Aamiin…

Ibu Indati sendiri, berdasarkan cerita beliau, memang sering kali mendapat ujian berupa penyakit. Selain kanker payudara, beliau juga pernah bermasalah dengan rahimnya. Permasalahan pada rahim itu kemudian membuat rahimnya harus diangkat sehingga beliau tidak bisa hamil lagi. Untungnya saat itu dia sudah punya satu anak.

Mendengarkan cerita beliau berjuang untuk hidup melawan penyakitnya membuat saya benar-benar kagum kepada beliau. Perjuangannya benar-benar luar biasa. Saya berdoa semoga semua ikhtiar dan peluh beliau itu mendapat balasan terbaik dari Allah.

#pojok kamar, wisma Pakdhe

January 22, 2013

Aktivis untuk Diri Sendiri



Bagi kaum muslimin, melaksanakan sholat berjamaah di masjid adalah suatu kewajiban. Ada begitu banyak dalil yang menerangkan tentang hal tersebut. Meski bukan kapasitas saya untuk menjelaskan dalil-dalil tersebut secara rinci satu persatu, tapi izinkan saya mengutip salah satu dalilnya. Salah satu dalil tentang imbauan untuk sholat berjamaah di masjid datang dari lisan Rasulullah yang mulia sebagai berikut:

“Aku pernah berniat memerintahkan shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu.”  (Muttafaq 'alaih)

Dari hadist di atas, kita bisa tahu bagaimana pentingnya sholat berjamaah di masjid. Rasulullah yang terkenal sabar dan lemah lembut pun sampai mengancam dengan ancaman yang sangat keras kepada mereka yang tidak mau melaksanakannya.

Bertolak dari hukum wajibnya melaksanakan sholat berjamaah di masjid itu, saya memiliki panduan tersendiri untuk menghadapi berbagai jenis manusia. Dalam perspektif saya, orang yang istiqomah melaksanakan sholat lima waktu secara berjamaah di masjid lebih saya hargai dan percaya daripada mereka yang tidak. Saya tidak peduli orang tersebut siapa, bertitel apa, dan berprofesi sebagai apa, selama dia melaksanakan sholat lima waktu secara berjamaah di masjid, saya akan respek kepadanya.

Begitu juga sebaliknya, selama seseorang berani meninggalkan sholat lima waktu secara berjamaah di masjid  tanpa ada udzur yang syar’i, saya akan kehilangan respek kepadanya. Sekalipun dia adalah seorang presiden.

Jujur saya heran dengan fenomena yang sering saya temui. Banyak orang yang katanya menjadi aktivis islam dan berjuang untuk agama islam, tapi tidak mau menjadi aktivis dan berjuang bagi diri mereka sendiri. Mereka lupa bahwa sholat adalah amalan pertama yang nanti akan dihisab di akhirat dan amalan ini statusnya adalah fardu ‘ain. Artinya, setiap individu memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri. Yang membela diri mereka di hari itu tidak lain adalah amalan mereka sendiri. Siapapun yang menyepelekan sholat berjamaah, berarti ia sudah siap untuk disepelekan di akhirat nanti.

Kepada para aktivis islam yang berani menyepelekan kewajiban sholat berjamaah di masjid, tingkat kepercayaan saya sangatlah rendah. Lebih rendah daripada orang biasa yang melakukannya (menyepelekan kewajiban sholat berjamaah di masjid). Perkataan mereka sering saya anggap sebagai omong kosong.

#Pojok kamar, wisma Pakdhe

January 5, 2013

Postulat untuk Diingat #3: Muslim itu…



Wahai diri, ingatlah bahwa kamu adalah seorang muslim. Menjadi seorang muslim berarti menjadi pribadi yang selamat dan menyelamatkan (muslim berasal dari kata Islam, yang berarti selamat dan menyelamatkan). Keselamatan itu akan kamu dapat di dunia dan akhirat manakala kamu menjalankan prinsip-prinsip kemusliman.

Menjadi muslim juga berarti menyelamatkan. Artinya, orang-orang akan merasa selamat berada di sekitarmu. Mereka tidak merasa terancam. Bukan muslim namanya jika mereka merasa terancam jiwa, raga, harta, dan perbendaharaannya ketika kamu berada di dekat mereka. Bukan muslim namanya jika mereka risih, tidak enak hati,  dan tidak nyaman berada di sekelilingmu. 

Ingat itu baik-baik!

Postulat Untuk Diingat #2: Membuat Dosa = Membuat Ranjau



Wahai diri, ingatlah bahwa setiap kali kamu berbuat dosa, maka sama saja kamu telah mempersiapkan ranjau untuk dirimu sendiri. Sebuah ranjau yang pasti akan kamu injak pada suatu hari nanti. Cepat atau lambat. 

Besar kecilnya ranjau mungkin saja tergantung dari besar kecilnya dosa. Akan tetapi, peduli apa kamu dengan besar kecilnya dosa? Sekecil apapun, dosa tetaplah dosa. Jangan pernah kamu anggap remeh dosa itu. Dan yang terpenting, jangan kamu lihat seberapa kecilnya dosa yang kamu lakukan, tapi lihatlah siapa Dzat yang kamu durhakai.

Ingat itu baik-baik!