January 21, 2010

Detik-detik yang Mengguncang

Semester tiga yang mengharu biru telah terlewati, tapi ketegangan yang dibawanya tak jua henti. Setelah melewati pencalonan ketua Lembaga Mahasiswa yang penuh dengan “ironi”, kini aku dihadapkan pada dilema yang belum bertepi. Cerita bermula ketika aku menolak amanah menjadi Kepala Departemen (Kadep) Advokasi yang ditawarkan oleh ketua terpilih. Keputusanku menolak amanah itu ditanggapi banyak reaksi, dan Insyaallah aku menganggap semua reaksi itu adalah reaksi positif dari mereka yang peduli terhadapku.

Setelah menolak menjadi Kadep, aku kembali mengeleuarkan keputusan yang mungkin sedikit berbau kontroversi. Aku mengundurkan diri menjadi pengurus Lembaga Mahasiswa Psikologi. Mungkin ada yang suara2 sumbang mengatakan aku hanya ingin menciptakan sensasi (maaf kalau saya bersu’uzhan), akan tetapi ingin sekali kutegaskan bahwa Demi Dzat Yang Menciptakan Langit dan Bumi, aku sama sekali bukannya ingin menciptakan sensasi. Keputusan ini bahkan sudah kupertimbangkan jauh sebelum mahasiswa 2009 kuliah di UGM, artinya aku telah memikirkan hal ini berbulan-bulan lamanya. Dam aku juga ingin menegaskan bahwa walaupun aku telah keluar dari kepengurusan Lembaga Mahasiswa Psikologi, idealisme ku tidak akan keluar dari dalam diri ini..

Ghirah berorganisasi semakin hari kian menipis diikuti menipisnya energi yang ada dalam nurani. Ah, ingin sekali aku memperbaiki diri. Setelah ujian selesai, aku buru2 pulang ke Tangerang untuk sekedar menjernihkan pikiran dari drama semester tiga yang baru saja usai. Akan tetapi, ternyata drama yang dimainkan dalam semester tiga ini tidak hanya terdiri dari satu babak, tapi berbabak-babak. Tidak berselang lama setelah aku pulang kampung, dimulailah babak baru drama semester tiga, tepat dua hari setelah kepulanganku.

Senja itu aku dihubungi oleh Ketua Majelis Musyawarah Keluarga Muslim Psikologi. Ia menanyakan kesediaanku untuk menjadi calon Ketua KMP periode 2010. Subhanallah…memangnya apa yang telah kulakukan sehingga aku sampai diajukan menjadi salah satu calon? Aku lagi2 menolak tawaran amanah yang datang, dan aku sangat menyadari posisiku dalam penolakan itu (saya minta maaf kepada Mas Totok dan peserta forum Musyawarah Anggota, kemarin saat proses pelobian, teleponnya terputus karena baterai hp saya habis, tanpa sengaja saya memutuskan pembicaraan. Saya juga minta maaf hanya bisa membersamai teman2 dalam forum Musyang di hari pertama – itupun saya datang di tengah2 acara. Sekali lagi saya mohon maaf.).

Belum lekang ‘kejutan’ penawaran itu, di hari berikutnya aku kembali dikejutkan oleh sepasang tawaran amanah di dua lembaga berbeda. Tawaran yang pertama datang adalah dari IPLF (Islamic Psychology Learning Forum). Direktur IPLF yang baru, yang juga berperan sebagai Ketua Dewan Formaturnya, menawariku menjadi kepala divisi Public Relation IPLF. Sebuah tawaran yang lagi2 mengagetkan. Aku lagi2 bertanya, khususnya pada diriku sendiri, apa yang sebenarnya telah dilakukan diri ini sehingga mendapatkan tawaran menjadi seorang PR? Astaghfirullahhal’adzim.

Aku belum bisa memberi keputusan perihal penawaran itu. Aku minta diberikan waktu kepada beliau untuk memikirkan keputusannya. Alhamdulillah beliau mengizinkan dan aku berjanji selambat2nya hari Sabtu akan kukabari. Pasangan dari kejutan itu adalah kejutan yang datang dari seorang kakak angkatan di Psikologi. Malam hari itu, beliau meng-sms ku. Awalnya beliau hanya mengkonfirmasi kepergianku dari Lembaga Mahasiswa Psikologi, apakah benar2 keluar atau sekedar isu. Setelah aku mengiyakan bahwaa aku keluar, dan setelah beliau memberikan “wejangan” (terima kasih atas nasihatnya, sungguh) aku lagi2 mendapatkan tawaran amanah menjadi Deputi Kementrian Internal BEM KM UGM. Masya Allah. Hari itu aku benar2 seperti orang tersesat. Tidak tahu arah dan kebingungan atas semua “takdir” ini. Aku pun meminta diberikan waktu sampai hari Sabtu untuk memikirkan.

“Aku berlindung pada-Mu Ya Allah dari tipu daya syetan yang menjerumuskan”

Fyuuuh… Teman, mungkin kata2 “kejutan” telah banyak mewarnai kehidupan kita yang hitam putih. Pelangi selalu indah karena beragam warnanya. Kupu2 nampak elok karena warna-warni yang menghiasi tubuhnya. Akan tetapi, banyaknya warna yang kini dihadapkan padaku membuatku sulit menentukan warna apa yang harus kupilih untuk menghiasi episode2 kehidupanku mendatang. Teman, tubuh ini begitu kecilnya hingga seringkali ragu menerima amanah yang besar. :Pikiran ini begitu sempitnya, hingga luasnya amanah tak jarang membuatku gusar. Dan mata ini begitu kaburnya, hingga terangnya sudut2 pemikiran lain seringkali pudar.

Teman, detik demi detik yang biasa kulewati kini menjadi tidak biasa karena detik2 ini akan menghantarkanku pada keputusan yang sudah ditunggu. Keputusan itu pun akan menjadi pendamping aktivitasku selama beberapa waktu. Teman, detik2 yang mengguncang ini tidak bisa dilewati dengan kontemplasiku seorang diri. Aku menyadari kerapuhanku dan aku sangat berharap kita bisa berbagi. Mudah2an dapat dimengerti.