October 13, 2009

Pejuang yang (Merasa) Terbuang

Teman, pernahkah kamu membaca karya monumental Tetralogi Buru? Hmm...ingin sekali ku mengatakan betapa gemilangnya karya tersebut hingga mampu membuka mata rakyat Indonesia yang telah lama terpejam. Rezim orde baru pun dibuat kalang kabut olehnya (Tetralogi Buru) hingga akhirnya karya tersebut diberangus dan tidak boleh diterbitkan saat itu.

Tahukah kamu siapa penulis dari Tetralogi Buru tersebut? Ya, dia adalah satu2nya wakil Indonesia yang namanya berkali2 masuk dalam daftar Kandidat Pemenang Nobel Sastra, Pramoedya Ananta Toer.

Pram, begitu ia akrab dipanggil, menghabiskan hampir separuh hidupnya di dalam penjara. Ia yang dituduh terlibat dalam G30S PKI tidak pernah mendapat proses pengadilan yang jelas selama menjadi tahanan. Akhirnya, jadilah ia dibuang dari satu penjara ke penjara lain dengan status yang masih menggantung. Hmm...maaf teman, bukannya aku mau mendramatisir kisah hidupnya di sini, tapi aku hanya mau berbagi kepada kalian tentang perjuangannya yang tidak kenal lelah dan prestasinya yang wah.

Pram, walaupun ia kesepian dalam pembuangan, tapi pikirannya tidak pernah sepi dari perjuangan. Pram tidak menjadikan pembuangan terhadap dirinya sebagai pemakaman atas idealisme2nya. Penjara tidak membuatnya berhenti setitik pun untuk berjuang melalui tulisan. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia berani menerima segala konsekuensi atas buah pemikirannya tersebut.

Hasilnya? Sampai saat ini, telah lahir lebih dari 50 buah karya dari tangan dinginnya, dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Wouw....mungkin kata ‘dahsyat’ tidak cukup untuk mewakili kegemilangan prestasinya ini. Bayangkan....lebih dari 42 bahasa asing menyadur karyanya. Belum lagi rentetan penghargaannya. Hmm...mungkin bisa dijadikan buku sendiri untuk menuliskan penghargaan yang ia peroleh.

Totalitas teman, itulah dia kuncinya. Totalitas. Ia tidak dendam dengan ‘ibu pertiwi’ walau jelas2 ia dimusuhi. Ia tidak gentar dengan hukuman walau menjalaninya bagai sebuah kutukan. Dan yang terpenting adalah ia tulus berjuang walau ia dibuang. Perhatikan itu teman, ia dibuang, bukan terbuang. Sangat berbeda dua kata ini. Dibuang, berarti ada unsur paksaan di situ, sedangkan terbuang baru sebatas pandangan subjektif seseorang saja yang merasa dirinya dibuang.

Kalau Pram yang menjadi orang buangan saja bisa menghasilkan mahakarya, mengapa kita tidak bisa melampauinya? Seharusnya kita dapat menghasilkan sesuatu yang lebih dari itu. Tidak harus berupa tulisan. Terasa kaku sekali jika perjuangan hanya bisa dilakukan melalui tulisan. Masih banyak sektor2 lain yang menjadi lumbung pahala bagi kita atas perjuangan mewujudkan cita2 mulia bangsa ini.

Ah, maaf teman jika tulisan ini terlihat menggurui, padahal pikiran2 ku pun masih kerdil jika berbicara masalah seperti ini. Percayalah teman bahwa aku hanya ingin membina. Membina jiwa ini agar terlatih untuk bekal di kemudian hari. Aku hanya ingin menjaga. Menjaga semangat ini agar senantiasa perkasa dalam memberikan jasa. Dan aku hanya ingin menantang. Menantang kalian wahai jiwa2 pejuang.

Pejuang itu,
Bagaikan air
Menyejukkan orang yang kehausan
Orang yang haus akan keadilan

***
Pejuang Itu

Pejuang itu,
Bagaikan api
Semangatnya membakar nurani
Hingga tak ragu menghanguskan tirani

Pejuang itu,
Bagaikan tanah
Menumbuhkan pohon2 yang menyejahterakan
Mengubur segala bentuk kesewenangan

Pejuang itu,
Bagaikan udara
Tak terlihat tapi multi manfaat
Tak tersentuh tapi mampu menyentuh

Pejuang itu,
Ada
Ada dalam jiwamu
Ada dalam jiwaku

***

(Tapi pejuang bukan avatar lho ya – aku tau pasti diantara kalian ada yang mau berceletuk seperti itu)

October 1, 2009

'Benar' (yang semakin) Permissif


-->
Teman, saat ini aku bingung bagaimana caranya meyakinkan diriku bahwa aku masih tinggal di Indonesia. Betapa nilai2 luhur kehidupan telah bergeser begitu jauhnya, hingga membuatku sangsi bahwa aku masih berdiri di bumi Indonesia. Aku merasakan “kebenaran” kini semakin permisif saja, hingga sulit membedakan mana yang benar dan mana yang batil. Banyak kebatilan yang kini telah dibenarkan, dan tidak sedikit kebenaran yang telah dibatilkan. Benar dan batil hampir tidak ada jarak teman.

Kamu tau MBA? Bukan, bukan Master ….., MBA yang ini adalah Married by Accident, gelar yang semakna dengan hamil di luar nikah. Apa pandanganmu tentang MBA ini? Ah, aku yakin jawaban teoritismu pasti mengatakan hal itu salah, dan aku yakin “moral development” mu juga mengatakan hal yang serupa. Akan tetapi, apa yang kini bisa kita lakukan dengan fenomena yang semakin sering terjadi di masyarakat kita ini? Perkara ini semakin dianggap remeh teman, padahal perbuatan itu adalah perbuatan zina. Aku yakin kamu lebih tau hukum dan dosa bagi para pezina.

Belum lagi masalah prostitusi yang kini seperti barang dagangan. Pelacuran kini layaknya transaksi jual-beli tempe teman, tidak ada rasa malu dari para pelakunya. Jangankan malu, mungkin mereka justru bangga ketika mereka dengan santainya berdiri di pinggir jalan untuk mencari “konsumen”. Aduh teman, padahal menatap dengan syahwat saja sudah merupakan perbuatan zina yang dilakukan oleh mata.

Lain hal lagi dengan urusan privasi. Orang seperti sudah tidak memiliki rahasia lagi ketika hampir semua hal dibicarakan di infotainment. Dari urusan cerai-menceraikan sampai urusan perawatan tubuh, semua dibicarakan. Gibah (membicarakan orang) seperti obat sakit perut yang harus dikonsumsi 3x sehari. Padahal kita tinggal di Indonesia teman, negara yang katanya menjunjung tinggi sopan santun dalam berprilaku. Aku ingat dulu ketika tetanggaku mati2an menjaga rahasia ketika ia suka dengan gadis yang masih satu kampung. Kenapa dia mati2an menjaga rahasianya? Karena dia malu. Sekarang, orang2 malah bangga ketika berbicara di tv bahwa ia baru saja “jadian” atau putus dengan pacarnya (istighfar mode : on).

Teman, mau dibawa kemana negara ini? Orang2 banyak yg bilang bahwa Indonesia semakin mendekati kejayaan. Pertanyaanku, jaya dalam hal apa? Apa yang mau di jual bangsa ini untuk menyusul China dan India yang sudah lebih dulu maju? Cukupkah membawa negara ini maju dengan hanya melontarkan prediksi2? Bukan bermaksud pesimis, tapi tidak bosankah kamu dengan buaian mimpi2 seperti ini?
Teman, ingin rasanya aku berbagi lebih banyak tentang fakta yg aku dapatkan di lapangan, tapi aku takut kamu akan bosan, hingga tulisan ini terlihat seperti tinjauan teoritis saja. Padahal, aku hanya ingin berbagi kegelisahan. Kegelisahan yg tidak kuat ku konsumsi sendiri, hingga kutularkan padamu. Aku dan kamu sama2 memegang amanah teman. Sebuah mega project untuk menghentak dunia.

Marilah kawan,
Mari kita kabarkan
Di tangan kita,
Tergenggam arah bangsa
(buruh tani)